Tinggal di ibukota Jakarta ini memang seringkali membuat stress yang cukup tinggi. Lihat saja bagaimana kemacetan jalan semakin bertambah setiap harinya.
Untuk menjangkau kantor, yang seharusnya tidak sangat jauh dari rumahku, membutuhkan waktu sekitar lebih dari satu jam, dengan dua jenis kendaraan. Angkot B01 Muara Karang-Grogol, dan busway Grogol-Kebon Jeruk. Untuk angkutan yang terakhir, sering membuat frustasi lantaran kemunculannya yang cukup lama dan membuat kami berdesakan di halte yang panas itu...
Beberapa hari lalu, bersamaan denganku, ada tiga encim yang ikut mengantri busway di halte Grogol. Sambil berjalan, ketiganya membicarakan rute busway yang bisa menjangkau tempat tujuan mereka.
Pemandangan yang cukup unik bagiku. Bukannya rasis, tapi walau tinggal di kawasan yang mayoritas ‘Cina’, tidak banyak aku melihat ‘Cina’ yang cukup berumur naik angkutan umum. Apalagi, dengan jalur yang cukup jauh dari tempat tinggalnya. Yah, walaupun setiap hari selalu ada encim, empek, atau engkong yang naik angkot di sekitaran Muara Karang-Pluit.
Seketika itu aku mengingat perjalananku di Singapura, beberapa bulan lalu. Negeri tetangga itu, memang memiliki sarana transportasi publik yang sangat rapi, tertib dan aman. Sehingga, berbagai kalangan dan usia pun tak segan menggunakannya. Waktu itu, aku pernah melihat tiga orang engkong yang naik MRT. Salah satunya, bahkan berjalan dengan tongkat. Tapi pemandangan itu tidak mengkhawatirkan bagi orang di sekitarnya. Berbeda dengan ketika aku melihat tiga encim naik busway di Jakarta. Maklum, tingkat kebersihan, kerapihan dan ketertibannya memang tidak sepadan.
Tapi biar bagaimanapun, aku menyadari perubahan ini. Busway Transjakarta memang jauh dari sempurna, apalagi dibandingkan MRT di Singapura. Namun keberadaannya kini menjadi salah satu alternatif yang bisa dipilih banyak kalangan. Bagaimanapun, busway jauh lebih bersih dan lebih tertib dibandingkan angkutan umum biasa, yang bisa berhenti dan jalan sesuka hati. Toh aku juga beberapa kali melihat encik-encik bergaya trendi (bukan kaum pekerja) yang naik busway di jalur Green Garden-Kebon Jeruk ketika siang hari bolong. Padahal kaum-kaum ini, biasanya lebih suka menggunakan kendaraan pribadinya atau taksi.
Tetapi, busway Transjakarta masih jauh dari sempurna. Jadwalnya tidak jelas, seringkali aku harus menunggu hingga setengah jam tanpa muncul satu bus pun. Kapasitasnya pun sering berlebihan, sehingga bus yang baru berumur 3-4 tahun rasanya sudah mulai bobrok. Lalu kebersihannya belum terjaga maksimal, walaupun memang cukup bersih. Ditambah lagi, antrian yang sering menumpuk terutama di halte-halte sentral seperti Harmoni atau Senen.
Padahal masalah ini bisa cepat terselesaikan kalau Pemda DKI cepat mewujudkan rencana pembangunan MRT, atau melanjutkan proyek monorail yang mangkrak. Seperti di Singapura, dimana MRT selalu datang tepat setiap 5 menit, dengan sekitar 20 pintu di setiap kereta. Jika terwujud, tumpukan calon penumpang tidak akan terjadi. Keterlambatan waktu dan kelelahan karena menunggu busway yang tak kunjung tiba, juga akan teratasi.
Fiuuhh...kapan ya, Pemda DKI serius menyelesaikan semua keruwetan ini?? Bukan hanya rencana-rencana dan perundingan di atas kertas. Sebagai pengguna angkutan umum, aku sangat merindukan transportasi publik yang nyaman. Jakarta, Pemda, kapan wajah kita akan berubah??
-FeiFei-
No comments:
Post a Comment