Thursday, October 6, 2011

Bersyukur untuk Berkat ‘Biasa’

Seringkali setiap menyambut pagi hari, aku enggan bangun dengan semangat. Rasa kantukku masih ada ditambah sisa lelah di badan yang mungkin belum terbayar sepenuhnya. Belum lagi, memikirkan beban pekerjaan yang harus kulakukan sepanjang hari, yang mungkin akan membuat waktuku cepat habis hingga malam datang lagi.

Sering juga aku mengeluhkan transportasi publik yang harus kunaiki setiap hari. Mulai dari angkot yang panas tanpa AC, berhenti seenaknya sendiri, sopir yang ugal-ugalan dan kondisi di dalamnya yang kurang aman. Atau bus Transjakarta yang kunaiki setiap hari, sering membuatku menunggu lama di halte hingga naik darah, AC yang kadang tidak terasa, belum lagi penumpang yang penuh berjubel di jam-jam sibuk.

Semua itu belum ditambah dengan kemacetan jalanan ibu kota yang semakin hari semakin gila. Ini juga yang membuatku enggan menyetir mobil sendiri di hari kerja. Bahkan naik taksi pun, bisa jadi pilihan yang salah. Kelelahan selanjutnya juga datang dari keharusan berjalan kaki di bawah teriknya matahari Jakarta, ditambah dengan debu jalanan yang sering membuat sesak napas.

Aku juga sering merasa stress dan lelah memikirkan berbagai pekerjaan yang terasa berat karena ditambah tekanan dari atasan. Atau memikirkan gaji yang kebanyakan hanya numpang lewat setiap bulan lantaran harus membayar ini itu ditambah pengeluaran setiap hari. Atau iri melihat sesama yang nampak lebih sukses dariku.

Sepertinya aku juga sering mengeluh karena masalah-masalah kecil dengan teman, keluarga atau pasangan. Atau hanya karena berat badan bertambah, jerawat yang muncul lagi di sudut wajah, handphone yang sering eror, AC di kamar yang rusak, baju yang sudah mulai jelek, membeli barang terlalu mahal, ketinggalan kesempatan diskon, tidak bisa makan enak, tidak bisa jalan-jalan dan segala tetek bengek lainnya.

Semua itu bagiku hal biasa, bukan suatu hal yang aneh dan kualami hampir setiap hari...

Aku memang sering tidak bersyukur untuk berkat yang ‘biasa’ itu. Aku juga sering tidak menyadari, betapa luar biasanya berkat yang ‘biasa’ itu. Memang aku sering mengeluh. Ah...aku kurang ini, aku kurang itu, aku ingin ini, aku ingin itu Tuhan...mengapa kau tidak adil padaku? Mengapa aku tidak bisa mendapatkannya?

Tapi tidak demikian dengan temanku. Namanya Victor Alexander. Seorang pria muda seumuranku, yang pernah dua tahun sekelas denganku dan lulus SMA di tahun yang sama. Pribadinya energik, cukup banyak bicara dan pintar secara akademis. Setelah mengambil jurusan IPA, dia kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti dan kini sudah menjadi dokter muda.

Namun malam ini, aku tidak melihat sosoknya seperti itu lagi. Tubuh besarnya terkulai lemas di ranjang Rumah Sakit Royal Taruma. Ketika kupanggil, pandangan matanya bahkan tak mampu mengarah padaku. Lalu butuh beberapa menit hingga tangan kanannya bergerak ke arahku dan sempat kugenggam.

“Hai apa kabar? Masih inget gua? Uda lama kita nggak ketemu...” begitu kataku.

Saat itu wajahnya masih menengok ke kiri dan pandangan matanya tidak terarah. Mamanya lalu membisikkan, “Itu ada temen Victor, namanya Devi. Temen waktu di KY, lagi dijenguk tuh...”

Mamanya bilang, Victor mau hidup lebih baik kalau diberi kesembuhan.
Yah, sembuh...keinginannya kini hanya bisa sembuh, menjalani hidup yang normal dan mendapatkan berkat yang ‘biasa’ bagiku, dia dan kebanyakan orang lain.

Bagi orang sepertiku sekarang, berkat-berkat ‘biasa’ itu bukan hal aneh. Aku tidak merasa perlu bersyukur, bahkan lebih mudah mengeluh. Tapi tidak bagi Victor sekarang. Keinginan hatinya yang paling dalam hanya satu....mendapatkan berkat yang ‘biasa’ itu.

“Semangat ya...jangan menyerah dan terus berdoa...” begitu pesanku sebelum pulang.

“Iya...thank you buat semuanya...” jawab Victor dengan nada aneh dan terbata-bata.

Tuhan memberkatimu Vic...
Percaya, bahwa Dia akan memberikan berkat yang ‘biasa’ itu lagi padamu.


Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, -- maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu.


-Feifei-